Sabtu, 14 April 2018

AKSARA RIKASARA

AKSARA RIKASARA
SEBUAH CATATAN PERADABAN YANG HILANG






DEWAN ADAT WARINGIN RUNGKAD



NGURI NGURIPI RIKASARA
SEBAGAI IDENTITAS DAN EKSISTENSI JATI DIRI

Aksara Rikasara adalah salah satu warisan peradaban leluhur yang menjadi kebanggaan warga Cirebon. Warisan leluhur ini sempat terpendam, tidak terekspos beberapa abad lamanya karena sejak kesulthanan Cirebon dalam pengaruh imperialis VOC (antara 1660 – 1725) memerintahkan para juru tulis/Sarjana Keraton agar semua catatan, korespondensi, surat keputusan, dan sebagainya untuk beralih menggunakan aksara Carakan, Pegon dan Alpabet. Alasannya, karena pada saat itu, awal abad ke-17, kesulthanan Cirebon benar-benar dalam kukungan VoC hingga terjadi Genosida Aksara daerah, atau disebut masa Kalpariksa Jatining Lebon Pepeteng.Menurut issue pada masa ini terjadi pembantaian Sarjana/Pujangga yang tidak mau mengubah tulisan daerah ke tulisan Carakan, sarjana yang berjumlah 70 melarikan diri namun yang selamat hanya beberapa orang.

Pada masa ini dibentuklah Jaksa Pepitu untuk membuat buku atau menyalin aksara Rikasara menjadi aksara carakan atau pegon. Misi awal adalah pembuatan Pustaka Nagara Kertabhumi tahun 1677. Jaksa Pepitu ini berjumlah sebenarnya 15 orang dan 7 orang yang sangat loyal kepada Wali Sulthan (Wangsa Kerta). Pada puncaknya pada tahun 1720 dibuatlah Purwaka Caruban Nagari sebagai tanda Genosida Aksara Rikasara:

KATITIS LAYA ING WANG

ADI PRALAYA GENING PINEPUH

AREKA PUSTAKA

UNJUJUG MIWAHANA

PETALING KROYAS SIWI

DAMEL PURWAKA

KALPARIKSA JATINING CIREBON

LEBON PEPETENG

8461 // 22 // 09


Sejak itu, Aksara Rikasara Cirebon, secara resmi tidak lagi digunakan sebagai sarana untuk tulis menulis, namun sisa-sisa naskah yang beraksarakan aksara Rikasara Cirebon, menurut informasi Yai Sarkam, keturunan ke 17 Ki Gede Gamel, tujuh hari sebelum meninggalnya pernah bercerita Aksara Rikasara sangat susah dilacak. Hal ini dikarenakan jika yang memegang kitab beraksara Rikasara akan sangat merahasiakannya, kepada ahli warisnya pun diberi “pamali” jika berani membukanya yaitu akan mendapat kesialan hidup atau mati.

Namun rasa nasionalisme dan kedaerahan tetap melekat pada hati para sarjana dan Ulama Cirebon. Sehingga sejak tahun antara 1690 – 1850 para Sarjana banyak memodifikasi Rikasara sehingga mirip aksara Carakan Jawa. Hal ini tampak pada beberapa kitab yang tersebar dari wilaya Brebes hingga Garut serta pada beberapa lukisan kuno karya sarjana Cirebon.


Ya Kawathu Wada Ngango
Wacana Nawa
Ya Nala Cangak

Sloka Rajah Pamunah

Dari dua karya tersebut kita sangat jelas proses generalisasi aksara Cirebon (Rikasara), Huruf Wa Na Ka Ta di lukisan Burung (Cirebon) dan Pa Wa Na Sa Ka Ta Ya Da di Lembaran Rajah Pamunah (Limbangan - Garut). Disamping proses generalisasi Huruf, para Sarjana Cirebon juga sering menyisipkan huruf aksara Rikasara dalam tulisan/karyanya.

BENTUK GENERALISASI RIKASARA


Selama ratusan tahun itu, tidak ada seorang pun yang mengetahui bahwa kesultanan Cirebon memiliki aksara tersendiri. Baru pada tahun 1999 - 2001, Anom, yang merupakan seorang putra keturunan Kigede Gamel generasi ke 19, yang tertarik terhadap aksara yang ada di Masjid Kuno Gamel. Walau dia bisa membaca aksara Carakan dan Huruf yang ada di saka masjid seperti Carakan, tapi Dia tidak mengerti dan tidak bisa membaca tulisan yang ada di Saka Blandar Masjid tersebut. Oleh karenanya, dia mencari tahu, kira-kira siapa yang dapat membaca aksara tersebut, namun tidak ada yang mmpu membacanya, setiap mendapat referensi sebuah Sloka dari sesepuh pun tidak bisa dibaca. Pada akhirnya, dia mencoba merangkai dengan cerita yang berkembang di masyarakat hingga tahun 2013 mampu membacanya, dengan mencoba menyamakan bunyi dengan Pagon di Saka Blandar sebelanya.


Dina Ahad Jumadil Akir
tahud Jum Ahir, 82.

Selanjutnya tahun 2015, salah satu sesepuh memberikan warisan ke Anom yang berisi aksara pegon dan rikasara

SUSUNAN/MUKTISARA RIKASARA


Karena itu, anom mulai membuka kembali salinan naskah-naskah yang ada di rumahnya barangkali ada yang beraksarakan aksara seperti itu. Setelah salinan naskah-naskah yang ia sadur dari Uwak Kuncennya tersebut dibongkar, ternyata terdapat beberapa naskah yangditulis dengan aksara Rikasara. Menurut penuturannya salinan-salinan itu ada yang berupa kulit besar (Jimat Mujo Kulit Ageng) dan ada yang berupa buku walaupun hanya tiga buah buku yang disalin (Keterangan lebih lengkap di buku Induk Hong Dji sejarah Sirbudhirahsa)

SLOKA ANGGON








Untuk memperkaya naskah aksara Rikasara Cirebon, Anom berburu dan mencari tau keberadaan naskah-naskah pada sesepuh yang dipercaya menyimpan jimat atau kitab-kitab yang dikeramatkan. Dan ditemukan fakta bahwa banyak kitab yang beraksara tersebut telah dimusnakan baik dibakar maupun di pendam. Hal ini dikarenakan wasiat orang tuanya atau karena memang sudah tidak ada yang bisa membacanya dan merawatnya

Aksara Rikasara Cirebon terus menerus beliau rawat dan kampanyekan agar dikenal luas oleh masyarakat Cirebon baik melalui sharing dengan orang-orang yang peduli maupun lewat media sosial seperti komunitas di Facebook ataupun Whatsapps. Setelah rampung dan ajeg sebagi Aksara maka pada tahun 2018 beliau mengenalkan secara utuh aksara Rikasara yang bertepatan dalam kegiatan Kilasara Laras di kegiatan tahunan Nilas Bedhaya Sirbudhirahsa Masjid Kuno Gamel. Berharap agar kemudian aksara Rikasara Cirebon dapat dihidupkan kembali dan digunakan secara luas di lingkungan masyarakat Cirebon tidak sebatas di sekala Tanah Adat Tlatah Sara’bahu. Dan para pihak berwenang diharapakan mulai memiliki kecenderungan untuk melestarikan aksara Rikasara Cirebon terutama pihak Kesulthanan Cirebon yang berkaitan langsung dengan keberadaan aksara tersebut dan memiliki sejarah kedekatan dengan Tlatah Sara Bahu desa Gamel. Seperti yang tertuang dalam Prasasti Saka Blandar:

Mar Hadi Ngawas
Angmung Ngewalen
5261

Bengiye Madepis Hadi Nata Walan
Rugaba Bahana Sinagasa Kuwasa Hulihi


RUPA NURAT SARA


Mursasara Rikasara

  1. Murdhasara Rikasara adalah menulis aksara rikasara untuk kebutuhan umum
  2. Bandhasara Rikasara adalah menulis aksara rikasara untuk tujuan membuat jimat/rajah. Dalam membuat/Menulisnya memiliki aturan tertententu.
  3. Sasandhisara Rikasara adalah menulis rikasara dengan tujuan untuk teleksandi/mata-mata. Biasanya Sasandhisara ini juga mengandung Badhasara, jadi tidak hanya sebagai pesan rahasia tapi juga sebagai rajahan untuk yang membawa suratnya

Mangen Rikasara
Mangen adalah bentuk atau gaya menulis aksara rikasara, yang secara umum dikenal 3 (tiga) macam mangen:

  • Mangen Kakiwatu / Kawatu yaitu menulis dengan huruf baku tanpa aksen apapun

  • Mangen Halif yaitu menulis dengan metode memperindah aksara rikasara namun masih terlihat jelas huruf bakunya

  • Mangen Layus yaitu menulis dengan huruf yang sedikit keluar dari pakem baku aksaranya biasanya berbentuk garis tegas/lurus.

1 komentar:

  1. assalamu'alaykum,ꦗꦤ꧀ꦠꦼꦤ꧀ꦲꦏ꧀ꦱꦫꦤꦱꦸꦢꦲ꧀ꦢꦶꦠꦼꦩꦸꦏꦤ꧀꧈ ᮊᮥᮙᮠᮎᮛᮑᮨᮛᮒ᮪ᮙᮎᮔ?,تٓريماكاسيح 🙏

    BalasHapus