This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Kamis, 04 Agustus 2022

KELIRUMOLOGY PEMAHAMAN BAHASA CIREBON KUNO


Bahasa Cirebon merupakan bahasa yang sangat unik karena memiliki beragam gaya pelafalan, notasi sampai perbedaan pengucapan. Keunikan ini dipengaruhi oleh banyaknya percampuran dan adaptasi dari berbagai bahasa seperti Sunda sebagai bahasa ibu pertama, Jawa kuno sebagai bahasa ibu ke dua, Arab sebagai bahasa panguron, Melayu, Cina dan Belanda. Akan tetapi dengan bergesernya waktu banyak orang Cirebon sulit atau tidak memahami arti kata nya sendiri ditambah kesenian Cirebon pada akhir masa kolonial VoC mendapat sokongon dan perhatian yang sangat besar dari kesultanan dengan ditandai pemberian Gelar Raden bagi para dalang (Penggiat Kesenian).

a.      Wakil Sultan Raja Aluda tahun 1901 – 1911 memberikan gelar pada Dalang Pesisiran, hal ini memicu makin meruncingnya sengketa antara Aluda dengan keturunan Jayawikarta karena menganggap Aluda menyalahi perjanjian sanggul gelung.

b.      Wakil Sultan Maulana tahun 1973 memberikan gelar raden pada Dalang tengahan serta pendukungnya. Polemik ini memicu terpecahnya Tradisi Panjang Jimat Kesulthanan Cirebon (Setiap Keraton mengadakan sendiri-sendiri yaitu mulai tahun 1975) dan Mencuatnya issue jika Raja Rajadiningrat adalah keturunan belanda bukan garis nasab Sunan Gunungjati (ini akan dibahas dalam Bab Sengketa Singgasana Tra Aluda)

Dalang atau seniman kesenian ini menjadi sumber referensi masyarakat dalam mengangkat sejarah (Sanggit). Namun dengan keterbatasan pemahaman bahasa sering kali para Seniman/Dalang ini mengartikan kata dalam bahasa Cirebon dengan asal saja dan parahnya masayarakat menelannya mentah-mentah sehingga mengaburkan makna sesungguhnya kata tersebut yang berdampak pada penyimpangan sejarah Cirebon. Penulis pernah mencari sejarah galur dan bertemu dengan almarhum Mamah Prof Titin Cangkring budayawan Cirebon dan beliau berkata “Mamah si dalang, yen critae galur ya bakal bli payu sandiwarae, sebabe wong nonton pengene kang rame ana prang tandinge”. Maka, melalui makalah sederhana ini penulis ingin memaparkan keliruan bahasa yang berkembang di masyarakat dengan tujuan sebagai bahan diskusi jika ada para pemerhati/penggiat bahasa yang memiliki pemahaman yang berbeda bisa menuliskan di komentar atau ke email guratpanurat@gmail.com demi untuk mengedukasi serta membuka wawasan masyarakat khususnya Masyarakat Cirebon.

TRUSMI

Trusmi berasal dari dua kata yaitu Taru dan Rasmi memiliki dua makna pula:

1.      Taru Rasmi artinya anak kandung yang syah, ini juga menjadi penanda mengapa diangkat menjadi putra mahkota saat adiknya, Pangeran Pasareyan meninggal.

2.      Taru Rasmi adalah Taru (kayu atau padu/sama) dan Rasmi (Lukisannya) sehingga bermakna anak yang sangat mirip dengan ayahnya (Sunan Gunungjati). Makna ini sejalan dengan galur Pangeran Trusmi Mendem ing Puser Bumi Sarabahu, yaitu abdi dalem Sunan Gunungjati sangat terkejut melihat Pangeran Trusmi disangka Sunan Gunungjati saat datang ingin bertemu dengan orang yang sedang berada di dalam Lemah Wungkuk.

3. Trusmi juga bisa berarti Trus Asmi yang berarti Pepohoman sejauh mata memandang (hutan lebat) yang secara harfia berarti Pangeran Trusmi adalah Pangeran yang berada di dalam hutan (bambu) lebat.

 

BUNGCIKAL

Masyarakat mengartikan kata “Bungcikal” ini sesuai sanggit pementasan sandiwara yaitu anak yang berasal dari tunas pohon bambu (Rebung). Diceritakan pada suatu hari saat Sunan Gunungjati ingin berkunjung ke gurunya Syaikh Nurjati di Wana Sarabahu, beliau buang air kecil di bawah pohon bambu dan mengenai tunasnya, Nyimas Bambangan (ada yang mengatakan Nyi Cipluk) mengambil tunas bambu tersebut dan memasak serta memakannya sehingga membuat Nyimas Bambangan hamil.

Menurut bahasa BUNGCIKAL berarti anak yang dinobatkan menjadi putra mahkota. Ini sejalan dengan galur Pangeran Trusmi sebagai putra dari Sunan Gunungjati saat Pangeran Pasareyan meninggal (bisa baca di Galur desa Trusmi di http://sakapanuratrahsa.blogspot.com/ )

 

MANGGALA JATI

Manggalajati adalah gelar yang disandang oleh Pangeran Trusmi yang bernama Pangeran Mangkuratsari / Mangkuratjati. Manggala berarti Putra Pertama, Jati merujuk Sunan Gunungjati sehingga Manggalajati bermakna Putra Pertama dari Sunan Gunungjati

 

WITANA

Masyarakat Cirebon yang dipengaruhi sanggit para dalang kesenian mengartikan Witana dari kata Awit Ana (Mulai ada). Witana sendiri sebenarnya berarti Bangsa atau Balairung tempat pertemuan seorang raja dengan bawahannya. Dengan pendirian Witana ini, Pangeran Cakrabuwana mengikrarkan membuat dan mengelolah pemerintahannya sendiri.

 

LEMAH WUNGKUK

Lemah Wungkuk adalah panguron yang dibangun Pangeran Cakrabuwana yang berbentuk mushalla/masjid. Arti Lemah Wungkuk sendiri berati Tempat Sujud.

 

PUSER BUMI

Masyarakat Cirebon percaya jika Cirebon tepatnya di Gunungjati adalah Titik Pusatnya Bumi/Alam. Padahal dalam Bahasa Cirebon kuno Puser Bumi memiliki arti Tempat Berkumpul untuk berdiskusi atau rapat.

 

PANJANG JIMAT

Panjang Jimat dipahami oleh masyarakat umum adalah prosesi arak-arakan jimat/pusaka keraton sehingga mengular/memanjang sepanjang jalan. Panjang dalam bahasa Cirebon kuno berati Piring/Tempat nasi untuk makan, sehingga Panjang Jimat berarti Pusaka yang berbentuk Piring.

 

MATANGAJI

Matang masyarakat mengartikan dari kata Bahasa Indonesia yang berarti masak atau sudah sempurna. Matang dalam bahasa Cirebon kuno berarti Dibuang/di asingkan, sehingga makna dari Matangaji adalah Raja/Sultan yang di asingkan.

 

NUJU BARIS

Dalam salah satu sanggit wayang cepak Cirebon menadopsi kata Nuju Baris ini sebagai Sultan dalam pengasingannya tersebut menyusun setrategi  dan pasukan serta berjuang melawan penjajahan VoC. Akan tetapi menurut Bahasa Cirebon kuno kata Nuju Baris berarti Mengalami Gangguan Jiwa (Gila).

 

GAMEL

Pada mulanya masyarakat Cirebon khususnya masyarakat Gamel sendiri mengartikan Gamel dari kata Gamelan (alat musik tradisional dari logam) didasari karena desa gamel memiliki pusaka yang berbentuk Gamelan yang disebut Tabu Renteng. Dahulu desa Gamel itu tidak ada yang ada adalah Sarabahu, sampai tahun 1980an akhir orang menyebut Tiyang saking Ngalas Sarabahu, berubah terkenal Gamel saat Putra terbaik Sarabahu (Pangeran Talibarata) diutus membantu melatih pasukan kuda mataram dan disebut/diberi gelar Ki Gamel yang berarti Guru dan Pawang Kuda

 

KALIWULU

Menurut tutur tinular yang berkembang secara umum di masyarakat jika Kaliwulu adalah sungai yang dibuat berwudu Syaikh Abdurohman murid Syaikh Qodir Jailani. Namun menurut galur yang berkembang Kaliwulu memiliki makna:

1.      Rumah Silintang kedatangan 2 orang meminta ijin untuk menumpang berwudu (Galur Tapakan Bima Silintang). Cerita ini menjelaskan jika Kaliwulu berarti Dua Orang Menumpang Wudu.

2.      Kaliwulu merupakan rumah ke-2, ini berdasarkan Galur Pangeran Trusmi jika Kaliwulu adalah Kaputren untuk adiknya.

 

WATU BELO

Saat jalan-jalan ke arah Sumber kita akan melewati desa Watu Belo yang jalan desanya berdiri gapura dengan Patung Batu Terbelah. Kita dapat mengambil kesimpulan Watu Belo tersebut disamakan dengan Watubelah atau yang berarti Batu Terbelah. Padahal dalam bahasa cirebon arti Belo adalah Bulat Besar, jadi Arti dari Watubelo adalah Batu Besar dan Bulat. Batu Bulat Besar ini terletak di Pasanggrahan kramat Buyut Selapandan.

 

CALANCANG

Menurut masyarakat yang berada di kecamatan Gunungjati, Calancang ini berasal dari kata Nyancang yaitu mengikat tali perahu. Namun menurut bahasa Cirebon kuno Calancang ini berasal dari dua kata yaitu Cala dan Ancang. Cala berarti asap yang ada di bawah kaki gunung sedangkan Ancang adalah tanda/petunjuk (Ancer-ancer), sehingga Calancang berarti adalah Mercusuar ditepi pantai/pelabuhan.

 

SINGAPURA

Singapura menurut keyakinan keturunannya adalah sebuah kerajaan sebelum Cirebon. Disini penulis tidak bermaksud membantah karena disini penulis hanya mengartikan dari kata menurut bahasa Cirebon kuno. Singa berarti Pesisir Pantai, Pura bangunan, sehingga Singapura adalah bangunan yang berada di pesisir pantai atau secara harfia adalah Rumah Dinas Syahbandar.

 

MARTASINGA

Martasinga terdiri dari kata Marta yang bermakna selalu ramai sepanjang waktu, Singa adalah pesisir pantai. Secara harfia Mertasinga berarti Pelabuhan yang sangat ramai.

 

GANDASARI

Sejak kecil mungkin masyarakat Cirebon sudah diberi pemahaman jika Nyimas Gandasari adalah seorang yang memiliki kelamin ganda, yang digambarkan menikah dengan Syaikh Magelung Sakti dengan perjanjian “Boleh Campur (kawin/hubungan badan) saat akhir jaman/kiamat”. Tanpa disadari pemaknaan ini sangat menghina beliau (Nyimas Gandasari). Gandasari ini berasal dari kata Ganda yang berarti Bau, Sari adalah Bunga sehingga Gandasari berarti Wanita yang terkenal akan kecantikannya/Wanita yang sangat cantik.

 

ANOM

Kita sering salah mengartikan Anom sama dengan Eunom/Muda, tapi sering sekali kita temukan gelar putra mahkota/manggala bergelar  Pangeran Anom yang berarti Putra Mahkota (Putra Tertua). Ternyata dalam bahasa Cirebon kuno kata Anom adalah serapan dari kata  sangkrit yaitu Kamanoman yang berarti Raja yang syah, sedang Anom berarti Raja/Sultan.

 

SEPUH

Sepuh dalam bahasa jawa artinya Tua, akan tetapi didalam bahasa Cirebon memiliki makna yang jauh berbeda yaitu Sepuh berarti Poles/Menutupi agar terlihat lebih mulia, Di Sepuh artinya Dipoles agar keliatan mengkilap/seperti emas. Sepuh juga bisa berarti palsu seperti Emas Sepuhan (Emas palsu, biasanya hanya kuningan atau tembaga yang dipoles warna emas)