AKSARA RIKASARA
SEBUAH
CATATAN PERADABAN YANG HILANG
DEWAN
ADAT WARINGIN RUNGKAD
NGURI NGURIPI RIKASARA
SEBAGAI IDENTITAS DAN EKSISTENSI JATI DIRI
Aksara Rikasara adalah salah satu warisan peradaban
leluhur yang menjadi kebanggaan warga Cirebon. Warisan leluhur ini sempat
terpendam, tidak terekspos beberapa abad lamanya karena sejak kesulthanan
Cirebon dalam pengaruh imperialis VOC (antara 1660 – 1725) memerintahkan para
juru tulis/Sarjana Keraton agar semua catatan, korespondensi, surat keputusan,
dan sebagainya untuk beralih menggunakan aksara Carakan, Pegon dan Alpabet.
Alasannya, karena pada saat itu, awal abad ke-17, kesulthanan Cirebon
benar-benar dalam kukungan VoC hingga terjadi Genosida Aksara daerah, atau
disebut masa Kalpariksa Jatining Lebon Pepeteng.Menurut issue pada masa ini
terjadi pembantaian Sarjana/Pujangga yang tidak mau mengubah tulisan daerah ke
tulisan Carakan, sarjana yang berjumlah 70 melarikan diri namun yang selamat
hanya beberapa orang.
Pada masa
ini dibentuklah Jaksa Pepitu untuk membuat buku atau menyalin aksara Rikasara menjadi
aksara carakan atau pegon. Misi awal adalah pembuatan Pustaka Nagara Kertabhumi tahun
1677. Jaksa Pepitu ini berjumlah sebenarnya 15 orang dan 7 orang yang sangat
loyal kepada Wali Sulthan (Wangsa Kerta).
Pada puncaknya pada tahun 1720 dibuatlah Purwaka Caruban Nagari sebagai tanda
Genosida Aksara Rikasara:
ADI PRALAYA GENING PINEPUH
AREKA PUSTAKA
UNJUJUG MIWAHANA
PETALING KROYAS SIWI
DAMEL PURWAKA
KALPARIKSA JATINING CIREBON
LEBON PEPETENG
8461 // 22 // 09
AREKA PUSTAKA
UNJUJUG MIWAHANA
PETALING KROYAS SIWI
DAMEL PURWAKA
KALPARIKSA JATINING CIREBON
LEBON PEPETENG
8461 // 22 // 09
Sejak itu, Aksara Rikasara Cirebon, secara resmi tidak
lagi digunakan sebagai sarana untuk tulis menulis, namun sisa-sisa naskah yang
beraksarakan aksara Rikasara Cirebon, menurut informasi Yai Sarkam, keturunan
ke 17 Ki Gede Gamel, tujuh hari sebelum meninggalnya pernah bercerita Aksara
Rikasara sangat susah dilacak. Hal ini dikarenakan jika yang memegang kitab
beraksara Rikasara akan sangat merahasiakannya, kepada ahli warisnya pun diberi
“pamali”
jika berani membukanya yaitu akan mendapat kesialan hidup atau mati.
Namun
rasa nasionalisme dan kedaerahan tetap melekat pada hati para sarjana dan Ulama
Cirebon. Sehingga sejak tahun antara 1690 – 1850 para Sarjana banyak
memodifikasi Rikasara sehingga mirip aksara Carakan Jawa. Hal ini tampak pada
beberapa kitab yang tersebar dari wilaya Brebes hingga Garut serta pada
beberapa lukisan kuno karya sarjana Cirebon.
Ya Kawathu Wada Ngango
Wacana Nawa
Ya Nala Cangak
Wacana Nawa
Ya Nala Cangak
Sloka Rajah Pamunah
Dari dua karya tersebut kita sangat jelas proses
generalisasi aksara Cirebon (Rikasara), Huruf Wa Na Ka Ta di lukisan Burung
(Cirebon) dan Pa Wa Na Sa Ka Ta Ya Da
di Lembaran Rajah Pamunah (Limbangan - Garut).
Disamping proses generalisasi Huruf, para Sarjana Cirebon juga sering menyisipkan
huruf aksara Rikasara dalam tulisan/karyanya.
BENTUK GENERALISASI RIKASARA
Selama ratusan tahun itu, tidak ada seorang pun yang
mengetahui bahwa kesultanan Cirebon memiliki aksara tersendiri. Baru pada tahun
1999 - 2001, Anom, yang merupakan seorang putra keturunan Kigede Gamel generasi
ke 19, yang tertarik terhadap aksara yang ada di Masjid Kuno Gamel. Walau dia
bisa membaca aksara Carakan dan Huruf yang ada di saka masjid seperti Carakan,
tapi Dia tidak mengerti dan tidak bisa membaca tulisan yang ada di Saka Blandar
Masjid tersebut. Oleh karenanya, dia mencari tahu, kira-kira siapa yang dapat
membaca aksara tersebut, namun tidak ada yang mmpu membacanya,
setiap mendapat referensi sebuah Sloka dari sesepuh pun tidak bisa dibaca. Pada
akhirnya, dia mencoba merangkai dengan cerita yang berkembang di masyarakat
hingga tahun 2013 mampu membacanya, dengan mencoba menyamakan bunyi dengan Pagon di
Saka Blandar sebelanya.
Dina Ahad Jumadil Akir
tahud Jum Ahir, 82.
tahud Jum Ahir, 82.
Selanjutnya tahun 2015, salah satu sesepuh memberikan
warisan ke Anom yang berisi aksara pegon dan rikasara
SUSUNAN/MUKTISARA RIKASARA
Karena itu, anom mulai membuka kembali salinan naskah-naskah
yang ada di rumahnya barangkali ada yang beraksarakan aksara seperti itu.
Setelah salinan naskah-naskah yang ia sadur dari Uwak Kuncennya tersebut
dibongkar, ternyata terdapat beberapa naskah yangditulis dengan aksara Rikasara.
Menurut penuturannya salinan-salinan itu ada yang berupa kulit besar (Jimat Mujo Kulit Ageng) dan ada yang
berupa buku walaupun hanya tiga buah buku yang disalin (Keterangan lebih lengkap di buku Induk Hong Dji sejarah Sirbudhirahsa)
Untuk memperkaya naskah aksara Rikasara Cirebon, Anom
berburu dan mencari tau keberadaan naskah-naskah pada sesepuh yang dipercaya
menyimpan jimat atau kitab-kitab yang dikeramatkan. Dan ditemukan fakta bahwa
banyak kitab yang beraksara tersebut telah dimusnakan baik dibakar maupun di
pendam. Hal ini dikarenakan wasiat orang tuanya atau karena memang sudah tidak
ada yang bisa membacanya dan merawatnya
Aksara Rikasara Cirebon terus menerus beliau rawat dan
kampanyekan agar dikenal luas oleh masyarakat Cirebon baik melalui sharing
dengan orang-orang yang peduli maupun lewat media sosial seperti komunitas di
Facebook ataupun Whatsapps. Setelah rampung dan ajeg sebagi Aksara maka pada
tahun 2018 beliau mengenalkan secara utuh aksara Rikasara yang bertepatan dalam
kegiatan Kilasara Laras di kegiatan tahunan Nilas Bedhaya Sirbudhirahsa Masjid
Kuno Gamel. Berharap agar kemudian aksara Rikasara Cirebon dapat dihidupkan
kembali dan digunakan secara luas di lingkungan masyarakat Cirebon tidak
sebatas di sekala Tanah Adat Tlatah Sara’bahu. Dan para pihak berwenang diharapakan
mulai memiliki kecenderungan untuk melestarikan aksara Rikasara Cirebon
terutama pihak Kesulthanan Cirebon yang berkaitan langsung dengan keberadaan
aksara tersebut dan memiliki sejarah kedekatan dengan Tlatah Sara Bahu desa
Gamel. Seperti yang tertuang dalam Prasasti Saka Blandar:
Mar Hadi Ngawas
Angmung Ngewalen
5261
Bengiye Madepis Hadi Nata Walan
Rugaba Bahana Sinagasa Kuwasa Hulihi
Rugaba Bahana Sinagasa Kuwasa Hulihi
Mursasara Rikasara
- Murdhasara Rikasara adalah menulis aksara rikasara untuk kebutuhan umum
- Bandhasara Rikasara adalah menulis aksara rikasara untuk tujuan membuat jimat/rajah. Dalam membuat/Menulisnya memiliki aturan tertententu.
- Sasandhisara Rikasara adalah menulis rikasara dengan tujuan untuk teleksandi/mata-mata. Biasanya Sasandhisara ini juga mengandung Badhasara, jadi tidak hanya sebagai pesan rahasia tapi juga sebagai rajahan untuk yang membawa suratnya
Mangen Rikasara
Mangen adalah bentuk atau gaya menulis aksara rikasara, yang secara umum dikenal 3 (tiga) macam mangen:
- Mangen Kakiwatu / Kawatu yaitu menulis dengan huruf baku tanpa aksen apapun
- Mangen Halif yaitu menulis dengan metode memperindah aksara rikasara namun masih terlihat jelas huruf bakunya
- Mangen Layus yaitu menulis dengan huruf yang sedikit keluar dari pakem baku aksaranya biasanya berbentuk garis tegas/lurus.